Abd.Mukti
Pemerhati Kehidupan Beragama.
Alhamdulillah, kini Indonesia banyak sarjananya,tentu mayoritas muslim. Di instansi pemerintah juga banyak yang bergelar sarjana. Di ormas-ormas Islam juga tidak sedikit yang bertitel sarjana plus kiyai atau ustadz. Apalagi di lembaga pendidikan, sarjana, doktor bahkan profesor.
Pertanyaannya, apakah yang sudah bergelar sarjana itu seorang muslim yang cerdas ?
Wabilkhusus, apakah lima kader muda NU yang juga sarjana yang berkunjung ke Negara Israel yang bertemu presidennya dan berfoto bersama itu juga muslim yang cerdas ? Padahal mereka tahu bahwa Israel adalah zionis biadab yang hingga kini tentaranya secara sadis membunuh rakyat Palestina yang tak berdosa itu.
Kita memang tak tahu niat dan tujuan mereka berkunjung ke Israel. Apakah akan menjadi juru damai, cari panggung atau akan menjadi buzzer negara zionis itu. Wallahu a’lam
Padahal Allah swt melarang ‘berkawan-setia’ dengan orang-orang yahudi dan nasrani sebagaimana firmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
Auliya dalam ayat tersebut ada yang mengartikan ‘kawan setia’ dan ada yang mengartikan ‘pemimpin’.
Negara Israel itu mayoritas penduduknya orang yahudi. Dan Allah swt melarangnya untuk ‘berkawan setia’ dengan mereka.
Orang Yang Cerdas
Siapakah yang dimaksud dengan orang yang cerdas ? Apakah setiap orang yang bergelar sarjana atau doktor itu pasti orang yang cerdas ? Simak hadits berikut :
Sahabat Umar ibn Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar As-Shiddiq, pernah berkata:
أتيتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عاشرَ عشرةٍ , فقال رجلٌ من الأنصارِ : من أكيَسُ النَّاسِ وأكرمُ النَّاسِ يا رسولَ اللهِ ؟ فقال : أكثرُهم ذِكرًا للموتِ وأشدُّهم استعدادًا له أولئك هم الأكياسُ ذهبوا بشرفِ الدُّنيا وكرامةِ الآخرةِ .
”Bersama kesepuluh orang, aku menemui Nabi Saw lalu salah seorang di antara kami bertanya, ‘Siapa orang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat’.” (hadits riwayat Ibnu Majah).
Jadi kuncinya orang itu disebut orang yang cerdas adalah orang yang banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya.
Jadi, walau ada seorang sarjana atau bahkan profesor, tapi kalau dia ‘terbius’ dengan dunia atau terlalu cinta dunia sehingga lalai untuk berzikir kepada Allah, sering meninggalkan shalat, jarang baca Al-Qur’an atau bahkan berbuat korupsi, bermain judi dan bermesraan dengan pembantai umat Islan dan pelanggaran syariat lainnya, maka dia bukanlah orang yang cerdas.
Betapa banyak orang-orang yang bergelar sarjana tapi tak cerdas. Dia salah dalam memprioritaskan kehidupan. Orientasi hidupnya hanya duniawi yang ‘fana’ ini,hanya memperturutkan hawa nafsunya, sehingga mereka lalai akan kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Terkait hal itu juga, Sahabat Abu Bakar r.a. pernah berujar: “Sungguh kecerdasan yang paling cerdas adalah takwa, dan kebodohan yang paling bodoh adalah maksiat.” (Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra VI/353).
Mengapa demikian ? Sebab, takwa akan meringankan pelakunya dari hisab Allah SWT sekaligus memasukkan dirinya ke dalam surga-Nya. Sebaliknya,dosa dan maksiat akan menyulitkan pelakunya dari hisab Allah SWT sekaligus memasukkannya kedalam azab neraka.
Alhasil, orang cerdas bukanlah orang yang ber-IQ tinggi atau mempunyai catatan prestasi akademik di bangku kuliah dengan nilai IPK yang mumpuni atau memiliki gelar akademik S-2, S-3 atau bahkan profesor dari perguruan tinggi bergengsi di dalam atau di luar negeri.
Orang yang cerdas adalah seorang yang selalu bertakwa kepada Allah SWT, orang yang hidupnya selalu diisi dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan ragam dosa dan maksiat.
Dunia itu Sendau Gurau
Saudaraku! Kita harus sadar bahwa kehidupan dunia itu hanyalah sendau-gurau, hanya sementara, tidak kekal. Yang kekal itu nanti di akhirat.
Firman Allâh Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan sendau gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya? [Al-An’âm/6:32]
Juga firman-Nya:
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi Allâh itu lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak mau memahaminya?.”
[Al-Qhashas/28:60]
Hidup di dunia ini tak lama.Umur umat akhir zaman cuma antara 60-70 tahun, Rasulullah Saw bersabda:
أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut.” (HR. Ibnu Majah)
Bahkan tidak sedikit saudara-saudara kita yang belum sampai 60 tahun sudah dipanggil Allah SWT alias wafat. Dan jika ada yang berumur lebih 70 tahun itu merupakan bonus dari Allah agar menambah amal ibadah dan bertobat agar siap jika dijemput malaikat Izrail a.s.
Sahabatku, jadilah muslim yang cerdas ! Insya Allah selamat.Aamiin
Kuala Tungkal, 24 Juli 2024
.